Selasa, 17 Mei 2011

Moral Ekonomi Kyai

Kesejahteraan merupakan hal yang didambakan serta menjadi tujuan utama dalam kehidupan masyarakat. Salah satu yang membentuk kesejahteraan adalah masalah ekonomi. Ekonomi menjadi hal terpenting dalam kesejahteraan masyarakat. Kondisi perekonomian yang stabil dan baik akan mengurangi kemiskinan pada masyarakat, ketersediaan peluang bagi setiap orang untuk dapat hidup terhormat, pemenuhan kebutuhan materi bagi semua individu, dan distribusi pendapatan dan kekayaan secara merata. Dalam prosesnya, hal tersebut akan selalu dipengaruhi oleh moral ekonomi.
Setiap individu mempunyai moral ekonomi yang berbeda. Moral ekonomi petani berbeda dengan pedagang, pegawai, guru, dan lainnya. Begitu pula dengan kyai. Kyai adalah seseorang yang dihormati dan mempunyai keahlian dalam agama Islam. Secara terminologis menurut Manfred Ziemnek pengertian kyai adalah pendiri dan pemimpin sebuah pesantren sebagai muslim "terpelajar" telah membaktikan hidupnya "demi Allah" serta menyebarluaskan dan mendalami ajaran-ajaran dan pandangan Islam melalui kegiatan pendidikan Islam. Namun, pada umumnya di masyarakat kata "kyai" disejajarkan pengertiannya dengan ulama dalam khazanah Islam.
Skidelsky membagi pemikiran moral ekonomi Keynes menjadi empat, yaitu: pertama, hubungan antara kekayaan (wealth)dan kesejahteraan(goodness). Kedua, aspek psikologis pembentukan kekayaan. Ketiga, peran keadilan dalam ekonomi. Keempat, posisi agama dalam kehidupan ekonomi.
Perilaku kyai selalu berlandaskan tata cara dan ketentuan dalam Islam, termasuk dalam moral ekonomi. Moral ekonom merupakan tanggung jawab yang paling hakiki yakni berada ditangan orang-seorang kemudian berkembang dalam keluarga dan masyarakat. Kesemua hubungan antar individu selalu diatur dengan “baia”, transaksi atau kontrak dalam pengertian kita sehari-hari. Moral ekonomi yang paling dasar menempatkan bahwa dalam kehidupan berekonomi tidak ada pemisahan antara Nilai yang ditetapkan dan menjadikan dasar kerja adalah mencari kebaikan dan dengan memakmurkan bumi dan alam. Selanjutnya moral ekonomi menurut Islam semangat hidup yang dikembangkan adalah ajakan untuk hidup bersahaja dan larangan untuk hidup bermewah-mewahan dan pemborosan serta pengakuan tanggung jawab sosial bagi setiap orang yang telah mendapatkan rizki dari Allah.
Di dalam kehidupan kerja, Islam mendorong individu bekerja keras, namun dalam soal pembelanjaan atau pemanfaatan (tasharuf), seseorang mempunyai tanggung jawab sosial ekonomi untuk menafkahkan sebagian harta di jalan Allah(Zakat, Infag dan Shadaqah). Dalam pemikiran Islam kerja (produksi) adalah tanggung jawab individu untuk menafkahi diri dan keluarga (istri dan anak) sedangkan pemanfaatan (konsumsi) mengandung tanggung jawab sosial.
Dalam soal berekonomi, Islam tidak membatasi kerja selama perbuatannya tidak terlarang, namun mengatur tegas soal tanggung jawab sosial dan harta. Islam mengenal. Jika dilihat format kelembagaan sangat jelas yaitu amir (pemimpin = negara), individu, keluarga, amil(orang yang diserahi mengemban kepentingan bersama) dan baitulmal(rumah atau tempat mengelola). Sementara melalui institusi pasar terjadi karena ada ”baia” atau transaksi, formatnya harus memenuhi syarat moral bahwa para pihak.
Dalam moral ekonominya kyai selalu mempertimbangkan bagaimana baik dan manfaatnya. Sehingga seringkali kyai enggan mengikuti model ekonomi modern yang hasil atau profitnya bersifat syubhat atau masih tidak jelas asal usulnya, apakah haram atau sudah halal.
Ajaran ekonomi yang dilandaskan nilai-nilai agama akan menjadikan tujuan kesejahteraan kehidupan yang meningkatkan jiwa dan ruhani manusia menuju kepada Tuhannya. Menurut Yusuf Qardhawi (1994), sesungguhnya manusia jika kebutuhan hidup pribadi dan keluarganya telah terpenuhi serta merta merasa aman terhadap diri dan rezekinya, maka mereka akan hidup dengan penuh ketenangan, beribadah dengan khusyu’ kepada Tuhannya yang telah memberi mereka makan, sehingga terbebas dari kelaparan dan memberi keamanan kepada mereka dari rasa takut. Dibutuhkan sebuah kesadaran, bahwa manusia diciptakan bukan untuk keperluan ekonomi, tetapi sebaliknya masalah ekonomi yang diciptakan untuk kepentingan manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Damsar, Dr. 2002. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2011/02/23/moralitas-ekonomi-ekonomi-vs-moral/. (online). Diakses pada 7 Mei 2011.
http://re-searchengines.com/0607arlan.html. (online). Diakses pada 7 Mei 2011.
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_23/artikel_1.htm. (online). Diakses pada 7 Mei 2011.

2 komentar:

sebuah artikel yang merefleksi kita pada hakikat tujuan penciptaan kita. disaat kenyataan hidup menjadi terbalik tujuan dijadikan wasilah, wasilah dijadikan tujuan. thanks...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites