Senin, 23 Mei 2011

KRITISISASI TERHADAP PERADILAN KORUPSI

Budaya korupsi telah meraba ke seluruh dunia, di Indonesia sendiri korupsi telah mengakar kuat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, bahkan hal itu sudah dianggap lumrah, misalnya pungli yang terjadi di jalan raya, pungli yang tejadi di kepolisian, pungli yang terjadi di perangkat desa dan lain-lainya. Perilaku korup bangsa ini yang telah mengakar kuat berimbas pada terhambatnya pembangunan Negara. Kita bahkan tidak perlu merasa heran dengan Negara kita yang berada dalam peringkat atas dalam bidang korupsi.Pemerintah telah menyiapkan langkah-langkah untuk menberantas korupsi dari negeri ini diantaranya memperkuat perangkat hukum yang ada untuk memberantas korupsi dengan cara membentuk UU TIPIKOR yang kemudian ditindak lanjuti dengan UU pengadilan khusus korupsi. Banyak kasus korupsi di negeri ini yang tidak tuntas bahkan berhenti di tengah jalan, perangkat hukum di negeri ini tidak banyak yang menjerat pelaku korupsi.
Wacana korupsi masih menimbulkan perbedaan persepsi di masyarakat. Pemahaman masyarakat terhadap korupsi bisa saja berbeda dengan aparat penegak hukum. Bahkan pemahaman mengenai korupsi antara penegak hukum yang satu dengan penegak hukum yang lainnya bisa saja terjadi pada saat proses pemberantasan korupsi berlangsung. Perbedaan pemahaman itu terlihat dalam pengusutan tindak pidana korupsi terdapat banyak kelemahan, seperti dalam hal penyidikan, jaksa kurang memperhatikan syarat-syarat serta unsur-unsur yang menyangkut tindak pidana korupsi dalam penyusunan surat dakwaan, sidang dalam pengadilan, hakim hanya mempertimbangkan dan memutuskan berdasarkan apa yang didakwaan dalam surat dakwaan.
Para pelaku korupsi di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh tokoh-tokoh terkenal yang dibelakangnya juga melibatkan aparatur pemerintah, sehingga penanganan korupsi memiliki sensivitas yang tinggi. Salah satu kendala dalam pengadilan pidana korupsi yaitu kurangnya pengetahuan hakim akan bidang-bidang yang berkenaan dengan korupsi seperti perbankan, pasar modal juga kendala tersendiri dalam pemberantasan korupsi. Jadi untuk memberantas tindak pidana korupsi dibutuhkan jaksa dan hakim yang mempunyai pengetahuan terhadap bidang-bidang yang tersangkut masalah korupsi.
Merajalelanya korupsi dikarenakan lemahnya sistem pengawasan internal organisasi pemerintah. Setiap instansi pemerintah memiliki irjen yang berfungsi sebagai pengawas internal, namun pengawasan itu tidak berjalan optimal. Tindakan korupsi termasuk dalam extra ordinary crime, sebagai kejahatan yang luar biasa seharusnya kasus korupsi ditangani secara luar biasa juga. Namun kenyataan yang terjadi, kasus korupsi ditangani secara biasa-biasa saja.
Indonesia menganut azas letterlijk beweeizs, yaitu suatu azaz pembuktian yang menyatakan bahwa proses pembuktian harus melalui dua keterangan saksi dengan didukung oleh alat bukti, keyakinan hakim dengan demikian maka terdakwa baru dapat dihukum. Dalam rangka memperkokoh kerangka media pemberantasan korupsi, pemerintah membentuk KPK (komisi pemeberantasan korupsi). Hadirnya KPK menimbulkan beberapa point penting untuk dicermati. Pertama, apakah lembaga ini sudah dibutuhkan. Kedua, untuk masalah penyidikan dan penyelidikan, apakah korupsi dapat ditekan, yang terakhir adalah mengenai kualitas orang yang duduk dikomisi itu. Ketiga point diatas tersebut terjawab dengan semakin vitalnya peran KPK di negeri ini untuk membrantas tindakan korupsi. Para hakim yang akan bertugas sebagai hakim korupsi harus di up grade melalui berbagai pelatihan dan seminar.
Budaya korupsi sudah demikin melembaga di Indonesia. Dibutuhkan shocked therapy untuk memberantas korupsi yang dapat dilakukan melalui bebrapa cara. Salah satunya adalah dengan mengangkat kasus korupsi secara besar-besaran dan memberikan sanksi yang berat kepada pelaku korupsi apabila memang terbukti melakukan korupsi. Sanksi yang diberikan oleh Indonesia kepada koruptor masih sangat lembek dibandingkan dengan Negara lain. Negara China menerapkan hukuman tembak kepada koruptor.
Sedangkan dilihat dari segi instrumen regulasi, perangkat hukum yang dimiliki Indonesia sudah sangat cukup representatif. Namun sebaik apapun regulasi yang kita miliki, Indonesia selalu kembali pada masalah klasik, yaitu masih rendahnya komitmen untuk melaksanakan regulasi yang ada. Selain itu, penegakan hukum masih sering dikalahkan oleh political will dari pihak-pihak penguasa tertentu. Semua fenomena itu mempersulit pemberantasan korupsi.

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites