KANTOR POS = PUJAAN HATIKU
Zulfa gadis lucu dan imut-imut ini adalah mahasiswi salah satu perguruan tinggi negeri di Surabaya gemar sekali nulis cerpen dan puisi. Sudah dua kali ia ngirimin karyanya yang berupa cerpen ke koran tapi belum ada yang dimuat. Namun, semangatnya tidak terhenti disini ia masih sering berimajinasi dengan dunia fiksi. Walaupun tugas kuliahnya seambrek tapi tetep ia sempetin untuk nulis cerpen.
“waduh… sudah jam 14.00 WIB, waktunya Pak Javed bisa telat dan nggak boleh masuk ini’, ucap Zulfa sambil tergesa-gesa berjalan berangkat ke kampus dengan membawa amplop berisikan cerpen untuk dikirimkan lagi ke redaksi koran. “Mbak… ini aku mau ngeposkan lagi”, ucap Zulfa dengan nafas ngos-ngosan sambil menyerahkan amplopnya. “Eh… mbaknya, ke mas Drajad aja”, suruh perempuan berjilbab yang juga penjaga kantor pos itu. Sekalian menyuruh Zulfa untuk berkenalan dengan mas Drajad. Dimana sebelum-sebelumnya mbak Tanti panggilan akrab perempuan berjilbab penjaga pos itu selalu jodoh-jodohin Zulfa dengan mas Drajat ketika Zulfa mengeposkan cerpennya.
Kantor pos dekat kampus Zulfa tersebut ada tiga pegawai yang setiap harinya menjaga kantor pos dari jam 07.30 WIB sampai 15.00 WIB kecuali hari minggu. Pegawai tersebut diantaranya adalah Pak Kholil yang sudah beristri dan mempunyai dua anak perempuan, Mbak Tanti yang sebentar lagi akan menikah dengan tunangannya dan yang terakhir mas Drajad si pendiam yang Zulfa kagumi sejak pertama kali masuk kantor pos. Apalagi kalau orangnya sedang tersenyum terlihat cakepnya. Membuat jantung hati Zulfa berdebar-debar.
“Mas… ini aku beli prangko ya… yang seperti biasanya”, ucap Zulfa sambil merogoh uang tiga ribu rupiah di saku celananya. Mbak Tanti bereaksi mengeluarkan ocehan-ocehan untuk jodohin Zulfa dengan mas Drajad. Dengan wajah agak memerah di pipi serambi berjalan tak berarah keluar pintu kantor pos Zulfa berkata, “Ah… mbak Tanti ini ada-ada aja, udah lah mbak… aku nanti bisa terlambat kuliah ini loo…”. Mas Drajad hanya tersenyum dengan tenang melihat tingkah Zulfa dengan tatapan mata yang penuh dengan makna.
Senin, hari dimana di Koran langganan ada rubrik yang memuat karya tulis fiksi yaitu cerpen. Pagi itu, Zulfa yang baru bangun dari tidurnya langsung bergegas merebut koran yang sedang dibaca Nindi teman sekamarnya yang sedari habis shubuh sudah bersiap-siap dandan untuk lebih awal berangkat kuliah karena ada UTS.
“Eh… kamu ini Zul, baru bangun langsung aja nyrobot koranku. Cuci muka aja belum kamu”, bentak Nindi ke muka Zulfa sambil kedua alisnya menyatu, wajah si nenek lampir sedang beraksi. “Ehm… mana ya.. ini kok nggak ada lagi cerpenku”, gerutu Zulfa depan Nindi sambil membolak-balik koran yang tepat berada di depan muka Nindi. Sehingga membuat Nindi jengkel dengan kelakuan Zulfa yang seperti itu. Akhirnya, Nindi langsung menyaut tas yang tergantung di punggung kursi yang sedang didudukin Zulfa. Dengan wajah ketusnya langsung ia berangkat ke kampus serambi membanting pintu karena kesal dengan Zulfa. “aduh… nggak dimuat lagi, bikin aku males patah semangat buat nulis”, keluh Zulfa. Selang beberapa saat membuatnya sadar kalau pagi ini ia harus mempresentasikan makalahnya.
”Waduh... sudah jam 06.45 WIB, harus presentasi bisa telat ini”,. Tidak ada sekejap Zulfa sudah selesai mandi. Lalu segera ia bersiap diri untuk berangkat ke kampus. Hanya memakai bedak tipis ia langsung tancap kakinya untuk lari ke kampus. Sesampainya depan kantor pos ia tak sengaja bertemu dengan mas Drajad yang sudah berangkat lebih awal dari biasanya. Keduanya hanya bisa saling memandang dengan wajah yang sama-sama penuh makna dan pertanyaan, sedikit senyuman mengembang di kedua bibir Zulfa dan mas Drajad, dan hanya bisa saling menyapa berkata ”hai...”.
Perkuliahan belum dimulai tapi pak Slamet sudah ada di kelas. Dengan tegas beliau langsung memerintahkan Zulfa untuk memulai presentasinya. Presentasi yang sangat buruk, sama sekali tak ada konsentrasi- terlihat sekali di raut wajahnya yang panik, semua argumentasinya dipojokkan oleh para audiensi, yang ada hanya banyangan lelaki muda penjaga kantor pos itu. Apalagi ketika melihat senyum mengembang di pipi bikin tak bisa tidur. Kayaknya ia sedang benar-benar jatuh hati.
Sepulang dari kampus. Zulfa masih tak bisa melupakan bayangan mas Drajat di pikirannya. Ingin selalu bertemu dengan pujaan hatinya dalam mimpi dan kehidupan nyata. Menjadi orang yang istemewa di hati dan mewarnai hidupnya.
”Kayaknya aku benar-benar jatuh hati dengannya”, gumam Zulfa dalam hatinya serambi melamun wajah pujaan hatinya Si penjaga kantor pos. ”Hemh... kenapa cerpenku kok nggak ada yang dimuat di koran ya... aduh... putus asa ini aku!!!. Tapi mas Drajad, aku pengen selalu bertemu dengannya. Aku akan semangat nulis cerpen lagi supaya bisa sering ke kantor pos. Mas Drajad kau INSPRIRASIKU...!!!’, teriak Zulfa dengan semangat 45 sehingga membangukan Nindi yang sudah berada di pulau kapuk duluan. ”Ugh... kamu ini Zul, pa nggak tau aku lagi istirahat. Dasar kamu!!!”, gertak Nindi kepada Zulfa sambil membalikkan badannya membelakangi Zulfa. ”Maaf dech.. Nin, ucap Zulfa sambil dia menyalakan laptopnya untuk memulai menuangkan inspirasinya dalam cerpennya dengan judul ”Pacarku Penjaga Kantor Pos”.
0 komentar:
Posting Komentar